Sepanjang pemerintah mampu menjaga ritme pertumbuhan ekonomi, pengembang tak perlu khawatir bisnis properti akan mengalami pelambatan tahun depan.
Sekalipun, pada tahun yang sama terjadi dua perhelatan politik besar yakni Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu Presiden 2019.
Sejauh ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran 5,01 persen, hanya terpaut tipis bila dibandingkan akumulasi pertumbuhan ekonomi tahun lalu yakni 5,02 persen.
Angka ini pun masih lebih tinggi bila dibandingkan tahun 2015 yang terkoreksi hingga 4,88 persen.
Bahkan, Asian Development Bank (ADB) memprediksi ekonomi Indonesia masih akan tumbuh hingga 5,1 persen sampai akhir tahun 2017.
Namun, prediksi ADB masih di bawah proyeksi pemerintah yang optimistis bisa mencapai 5,17 persen.
“Di Indonesia ini ada satu fenomena menarik. Kalau ekonomi trennya naik, politik itu sebenarnya tidak akan pernah mengganggu properti. Tapi sekarang, ekonomi dunia ini benar-benar lagi charming,” kata Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanulangkit kepada KompasProperti, beberapa waktu lalu.
Anggapan bahwa bisnis properti bakal melambat juga terungkap dalam laporan Bank Indonesia mengenai Survei Harga Properti Residensial yang dirilis 13 November 2017.
Laporan BI menyebutkan, responden yang disurvei memperkirakan perlambatan bisnis properti bakal berlanjut sampai akhir tahun ini hingga awal tahun depan.
Ada beragam faktor penyebab terjadinya perlambatan, mulai dari pajak, lamanya perizinan, uang muka, kenaikan harga bahan bangunan, hingga Pilkada Serentak 2018 dan Pilpres 2019.
Kekhawatiran akan situasi politik sebelumnya juga pernah diungkapkan oleh sejumlah pengembang.
Sekretaris Perseroan sekaligus Head of Corporate Social Responsibility PT Intiland Development Tbk, Theresia Rustandi, misalnya, berharap agar kondisi politik saat pesta politik dihelat berjalan kondusif.
“Kami berharap jangan terjadi, apa yang terjadi di Pilkada (DKI kemarin), terjadi di Pilpres 2019 nanti,” kata Theresia kepada Kompas Properti.
Adanya aksi massa yang turun ke jalan, sebut dia, cukup memengaruhi psikologis calon pembeli, khususnya ekspatriat atau perusahaan asing. Dugaan sementara, mereka cenderung melihat kondisi keamanan dan situasi politik relatif stabil.
Terbukti, ketika Intiland meluncurkan Fifty Seven Promenade di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, penjualan cukup laris. Dari sekitar 496 unit kondominium yang diluncurkan di tahap pertama, lebih dari 80 persen sudah dipesan.
Padahal, harga per unit kondominium itu berkisar antara Rp 2,8 miliar sampai Rp 9 miliar.
“Kita lihat dari fenomena Fifty Seven Promenade, sebetulnya orang ada kok (uangnya), daya beli ada. Tinggal mereka mau spent atau enggak,” ujarnya.
Untuk Info Selanjutnya Klik : DISINI
Ekonomi Dunia
Ketimbang gejolak politik dalam negeri, Panangian menilai, kondisi perekonomian dunia justru lebih memeengaruhi bisnis properti Tanah Air.
Seperti pada 2004 lalu, perekonomian dunia cukup baik sehingga Indonesia pun merasakan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan.
“Ekonomi kita naik sampai 2008, dari 4 koma sekian sampai 6 persen. Harga barang komoditas juga naik, di situlah booming properti,” kata dia.
Meski sempat terjadi penurunan pada tahun 2009 akibat supply mortgage, tapi properti kembali mengalami tren kenaikan pada 2010 dan 2011. Puncaknya, booming properti terjadi pada 2013.
Namun saat tampuk kepemimpinan beralih dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Presiden Joko Widodo, dunia kebetulan tengah mengalami gejolak ekonomi.
Mulai dari Brexit 2015, ekspor Indonesia yang menurun akibat devaluasi nilai mata uang Yuan China, hingga rentetan serangan teroris di Eropa.
Panangian menambahkan, ketika Pilkada DKI Jakarta 2017 berlangsung, kondisi perekonomian Indonesia sebenarnya sedang mengalami perbaikan.
Namun, ekses yang ditimbulkan akibat pelambatan ekonomi pada tahun sebelumnya masih dirasakan sehingga bisnis properti pun kurang baik.
Untungnya saat ini, menurut dia, kondisi ekonomi dunia sudah mulai membaik. Dengan demikian akan berdampak terhadap membaiknya perekonomian dalam negeri.
“Pertanyaannya, bagaimana lima tahun ke depan? Sekarang lagi naik trennya. Artinya lima tahun ke depan ekonomi Indonesia lagi bagus, apalagi infrastruktur sedang dalam tahap diselesaikan,” tuntasnya.